Minggu, 09 November 2014

Tarif Parkir Naik, Jangan Ditambah Premanisme

Wow, tarif parkir direncanakan naik. Kira-kira apa imbasnya ya? Selama ini, tarif parkir belum naik saja, kita sudah dikutip Rp2.000 sama abang-abang baju orange itu, konon lagi naik tarif.

Ya, persoalan parkir memang tidak ada habisnya dibahas. Ada saja hal-hal yang terpaksa diterima nalar demi memahami keganjilan dan "ketidakadilan" perparkiran di Kota Medan.

Di satu sisi kenaikan tarif parkir memang berguna untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), tidak ada yang salah di poin yang itu. Masalahnya hingga saat ini sistem perparkiran belum beres. Jangankan yang ilegal. Yang ilegal saja masih bermasalah.

Dinas Perhubungan Kota Medan hingga saat ini belum bisa mendata keseluruhan titik parkir resmi dan memastikan tidak ada kecurangan di sana. Tidak ada tanda, tidak ada tarif tetap. Sementara di titik parkir ilegal, tukang parkir marak "memalak" pengguna kendaraan. Mulai dari tarif "seikhlasnya" hingga tarif pemaksaan.

Nah, ketika wacana kenaikan tarif parkir berhembus, segala kritik dan komentar meluncur menyerang Dishub, dikarenakan hingga saat ini tarif awal saja belum transparan dan perparkiran masih semrawut.

Sebagai info, Kabid Perparkiran Dishub Medan Ridho Siregar mengaku, pihaknya akan menerapkan tarif parkir tepi jalan yang baru sesuai dengan Perda nomor 7 tahun 2002 dan diperbaharui menjadi Perda nomor 10 tahun 2011.

Di mana pada Perda tersebut dijelaskan, lokasi parkir akan diklasifikasi dalam 2 kelas. Untuk kelas 1, ditetapkan Rp2 ribu khusus sepeda motor, dan Rp3 ribu rupiah untuk jenis mobil. Sementara kelas 2 Rp1000 untuk sepeda motor dan Rp2 ribu untuk mobil.

"Pada Perda tersebut dijelaskan bahwa, tarif parkir sepeda motor sebesar Rp300, sedangkan mobil sebesar Rp1000. Kedepannya akan berubah semuanya. Tak hanya plang tarif parkir, kami (Dishub Kota Medan-red) juga telah mempersiapkan karcis parkir edisi Perda yang baru dan sudah kita sosialisasikan kepada seluruh Juru Parkir yang terdata di Dishub," ungkapnya.

Lebih lanjut Ridho menjelaskan, yang dimaksud dengan lokasi kelas 1, adalah lokasi parkir yang memiliki aktivitas kendaraan bervolume tinggi. Misalnya, di jalan Ahmad Yani, jalan Brigjend Katamso, jalan Brigjend Zein Hamid, jalan Gatot Subroto, jalan Putri Hijau, jalan Yos Sudarso, jalan Sisingamaraja, jalan Prof.Yamin, jalan Asia dan lainnya.

Sementara, yang dimaksud dengan lokasi parkir kelas 2 adalah lokasi parkir yang tidak memiliki aktivitas  kendaraan yang tinggi. Misalnya di jalan Yose Rizal, jalan Bakaran Batu, jalan Bintang, jalan Mesjid, dan lainnya.

Namun, nama-nama jalan tersebut hanyalah sebagai contoh lokasi padat kendaraan di kota Medan saja. Untuk ke absahan atas Perda baru ini, lokasi parkir kelas 1 dan kelas 2 masih diestimasi di bagian Hukum Pemko Medan.

"Kalau kelas 1 itu yang padat kendaraan, kalau kelas 2 yang gak terlalu padat kendaraan yang lewat di lokasi itu. Tapi pengklasifikasian ini gak bersifat permanen. Tergantung pada aturan rambu-rambu lalu lintasnya. Kalau ada pengalihan rambu dari yang lokasi kelas 2 menjadi kelas 1, ya berubah lagi. Otomatis lokasi kelas 2 jadi padat kendaraan kan," pungkasnya. 

Nah, masyarakat Kota Medan tidak akan keberatan dengan kenaikan tarif parkir jika, Dishub bisa menghandle para Jukir yang berlagak seperti preman. DAri itu perlu plank daftar tarif parkir dan tanda tempat parkir resmi serta himbauan "jangan bayar parki kepada orang tak jelas" atau semacamnya. Sehingga terlihat transparansi di perparkiran Kota Medan ini. (angel/sebagian dikutip dari Harian Orbit)