Jumat, 06 Februari 2015

Sepak Terjang Perda KTR di Medan

Rokok merupakan hal yang sangat sulit dan mungkin mustahil dipisahkan dari masyarakat. Meskipun banyak dalil dan anjuran dokter dan ahli kesehatan yang menyatakan rokok membahayakan, namun tetap saja ada dalil alternatif yang mengatakan rokok berguna bagi kesehatan tubuh dan perekonomian. Dan hal itu membuat para perokok yang hampir tobat kembali gencar memelihara nikotin dalam tubuhnya.

Khususnya di Medan, jumlah perokok aktif masih sangat tinggi. Dengan begitu jumlah perokok pasif pasti jauh lebih tinggi. Asap rokok merupakan gangguan massal yang disepelekan. Bahkan di Medan, merokok di dekat anak bayi itu bukan larangan.

Buktinya, banyak bapak-bapak yang merokok di dalam angkutan umum tanpa segan walau ada anak kecil di sebelahnya. Seluruh penumpang biasanya pasrah diracuni asap rokok dalam angkot terutama perempuan yang hanya bisa diam dan menyaksikan.

Nah, 2013 lalu Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi , menyatakan akan meminta pemerintah daerah untuk segera menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayahnya masing-masing melalui Peraturan Daerah.


Perda kontroversial akhirnya disusul dengan Peraturan Walikota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Ditetapkanlah di Medan peraturan berikut sanksi-sanksinya itu pada 2014 lalu. Dinkes dan DPRD Medan mendukung program tersebut, sehingga dibuatlah baliho-baliho besar dan stiker-stiker larangan merokok di fasilitas publik.

Fakta di lapangan? Jumlah perokok tidak berkurang dan masih seperti biasa, bahkan gedung DPRD Medan yang balihonya terpampang jelas di situ tak lantas membuat mereka para pembuat peraturan itu taat pada aturannya.

Baliho Kawasan Tanpa Rokok di Gedung DPRD Medan. Foto|Ang

Bahkan di dalam gedung yang ada balihonya itu (baca: Gedung DPRD Medan) asap rokok masih merajalela. So, tak ada perubahan baik sebelum atau sesudah perda itu terbit.

Dalam gedung yang berlokasi di Jalan Kapten Maulana Lubis itu, orang-orang masih bebas merokok. Padahal, kantor DPRD Medan termasuk tempat publik. Selain itu, pelakunya bukanlah orang-orang yang buta undang-undang. Kalau mereka buta undang-undang mana mungkin duduk di kursi dewan.

Ya, sejumlah anggota dewan masih terlihat nyaman dengan asap rokoknya di ruang Badan Anggaran (Banggar) yang notabene ber-AC.

Hal itu terlihat dalam rapat Pansus Lalulintas dan Angkutan Jalan beberapa waktu lalu. Dalam rapat itu tidak terlihat ketua DPRD Medan, namun hanya Wakil Ketua yang bertugas memimpin rapat.

Selama rapat berlangsung, asap rokok tak henti mengepul dalam ruangan itu. Tak sampai membuat sesak napas, tapi terang saja itu mengganggu pemandangan.

Pasalnya, mereka para pencipta peraturan, sementara mereka tidak bisa menunjukkan contoh yang baik kepada masyarakat bagaimana mematuhi peraturan-peraturan yang mereka ciptakan. Peraturan dibuat untuk dilanggar. Mungkin begitu.



Salahsatu oknum anggota DPRD Medan yang merokok dalam ruangan rapat. Foto|Ang

Lalu bagaimana dengan implementasinya? Dalam peraturan tersebut disebutkan sanksi berupa kurungan selama 1 hari atau denda Rp50 ribu. Masalahnya, siapa yang akan menindak itu? Bapak yang sedang duduk manis di belakang meja rapat itu misalnya, siapa yang akan mendenda atau mengurungnya?

Mari kita lihat lebih luas. Beberapa waktu lalu larangan merokok dan sosialisasi Perda KTR sudah dilakukan di angkot dan tempat-tempat umum lainnya. Lalu siapa yang mau menindak mereka? Supir? Atau pejalan kaki? atau Polisi?

Untuk sejenak mungkin masyarakat akan merasa terkesan dengan komitmen Kota Medan untuk bebas dari asap rokok. Namun, keheranan mungkin malah lebih mendominasi hingga menghilangkan perasaan terkesan tadi dengan banyaknya kejanggalan yang sangat sulit diterapkan di kehidupan nyata.

Lain hal jika orang Medan itu memiliki kesadaran tinggi dan kepedulian yang mendewa. Mungkin setelah perda ini terbit, asap rokok langsung hilang dari bumi Medan.

Kenyataannya, perda ini dinilai pincang dan sia-sia. Dinas yang bersangkutan dinilai menyajikan peraturan ini setengah matang, mentah malah.

Ketua DPRD Medan, Henry Jhon pernah mengakui kejanggalan dari perda KTR ini. Ia mengatakan perda ini tidak ada gunanya diterbitkan tanpa adanya pengawasan yang ketat dari dinas terkait.

Diakuinya denda-denda dari perokok itu dapat menambah PAD Kota Medan. Namun siapa pula yang akan mengawasi perokok di angkot dan jalan-jalan umum?

Sejauh ini keberhasilan perda ini dinilai minus oleh elemen masyrakat. Terlepas dari tujuan dan niat mulia pembuatnya, secara teknis perda ini sangat sulit diterapkan.

Akhirnya, Pemko Medan harus bekerja keras menunjukkan kepada masyarakat bahwa produk hukum mereka bukan produk gagal yang hanya menjadi tulisan di atas kertas dan berstempel pemerintahan. Pemko harus mengikis apatisme masyarakat tentang gagalnya perda ini. ()