Minggu, 18 Januari 2015

Rimba Kepentingan di Periklanan Kota Medan




Semrawut iklan. Foto|Ist
Iklan adalah salahsatu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan yang cukup menjanjikan. Wajar, kalau Ibukota Provinsi Sumatera Utara ini memelihara periklanan yang semakin tumbuh subur di jalanan.

Dari satu sisi tidaklah salah usaha meningkatkan pemasukan dari sektor iklan. Namun dibalik itu banyak hal-hal yang mengundang komentar bahkan kecaman dari berbagai pihak.

Mulai dari letak yang sembarangan dan semrawut, hingga iklan-iklan gelap yang menjadi entah bagaimana jadi milik pribadi.

Iklan demi iklan semakin gencar disorot oleh berbagai kalangan masyarakat. Seolah tak punya landasan aturan, iklan-iklan tersebut terpajang manis mempertontonkan hal-hal yang tak mengindahkan nilai etika dan estetika.

Iklan dengan model-model berpakaian minim yang kini disenter legislator, tokoh agama, hingga aktivis mahasiswa ini menunjukkan lemahnya pengawasan dinas terkait hingga tampilan penuh protes itu dapat lolos dan terbit ke tengah masyarakat.

Dengan sengaja atau tidak, penerbit iklan telah ikut meracuni pikiran masyarakat termasuk anak-anak dengan gambar-gambar yang tidak sopan itu.

Dampaknya? Anak-anak bisa memandang berpakaian minim hingga bagian pribadi tubuh hampir kelihatan itu bisa dilakukan di mana saja, termasuk tempat terbuka.

Apa jadinya anak-anak yang jadi menganggap berpakaian seperti itu boleh-boleh saja. Lalu untuk apa video-video semi porno dilarang beredar, jika papan iklan menampilkan hal serupa.

Medan memang metropolis, tapi masih beradat timur (saya harap begitu). That's why, itu digolongkan dalam ketidakpantasan. Itulah sebabnya kenapa di koran gambar belahan dada itu disensor, gambar paha atas disensor. Pemangku kepentingan seharusnya paham rambu-rambu tersebut, sehingga tak tersesat dalam mengejar target PAD.

Bicara solusi, bukan hanya penumbangan. Penumbangan papan iklan tersebut hanya merupakan solusi jangka pendek yang tidak efektif bahkan untuk penertiban.

Aturan dan syarat penerbitan iklan juga seharusnya diperketat. Aturan itu nantinya bisa menjadi dasar iklan seperti apa yang boleh terbit, di mana posisinya, aturan konten dan estetikanya dapat ditentukan.

Sehingga Kota Medan tidak menjadi hutan iklan semrawut dan tidak teratur.

"Perlu ada aturan yang jelas mengenai syarat-syarat iklan layak sebelum izinnya diterbitkan," kata Ketua Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arif ketika menggelar rapat dengan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) beberapa waktu lalu.

Data dari P3I sendiri, tahun 2010-2011 ada 891 iklan yang tersebar di seluruh Kota Medan. Dan diperkirakan tahun 2014 sudah meningkat menjadi dua kali lipat.

Mengenai izin, dalam Baliho atau Bilboard harusnya diterakan nomor izin, milik siapa, dan tanggal berakhir izinnya sehingga ada transparansi kepada publik di sektor iklan tersebut.

Hal ini juga akan memangkas iklan-iklan hantu yang tak berizin.

Perlu kerja keras memang untuk membenahi sektor periklanan di Kota Medan. Mengingat perizinan iklan melibatkan tiga dinas, yaitu Dinas Pertamanan, Dinas TRTB dan Dinas Pendapatan Daerah.

Tapi mari mengesampingkan luka-luka apa yang ada dalam tubuh dinas-dinas tersebut. Let's think for future.

Perizinan satu pintu merupakan solusi efektif untuk menertibkan periklanan Medan. So, mereka para dinas tak saling menyalahkan dan tak saling lempar bola.


Dalam pengurusan izin haruslah ada kriteria kelayakan dan rambu-rambu iklan. Lagi-lagi ketegasan petugas diperlukan agak sedikit lebih banyak sehingga iklan-iklan yang terpampang tersebut inspiratif, enak dipandang dan tidak menjadi sumber cela bagi Kota Medan. ()

Tidak ada komentar:

Posting Komentar